Asal Mula Profil Pelajar Pancasila
Awal mula muncul istilah ini adalah adanya satu pertanyaan
besar, yaitu apa karakter dan kompetensi pelajar yang ingin dihasilkan sistem
pendidikan Indonesia? Tak hanya orang tua yang mempertanyakan hal ini, bahkan
anak-anak pun sering bertanya, walau sebagian hanya dalam hati, apa sih gunanya
sekolah? Jawaban umum yang sering di dengar adalah, anak sekolah supaya jadi
pintar.
Apakah memang hanya untuk pintar secara akademik saja? Asal
nilainya bagus, tak peduli bagaimana cara meraih nilai itu?
Jadi beranak pinak kan pertanyaannya. OK, kita kembali ke
pertanyaan awal tentang karakter dan kompetensi pelajar yang ingin dihasilkan
sistem pendidikan di negara kita. Jawaban atas pertanyaan ini yaitu Profil
Pelajar Pancasila yang dirumuskan melalui kajian literatur, diskusi
terpumpun, dan uji publik dengan melibatkan pakar di bidang
Pancasila, pendidikan, psikologi pendidikan, dan perkembangan, serta
pemangku kepentingan pendidikan.
Profil Pelajar Pancasila merupakan upaya menerjemahkan visi dan
tujuan pendidikan yang telah dirumuskan dalam Undang-Undang dan
dicita-citakan para pemimpin bangsa ke dalam lembaga pendidikan serta visi
misi Presiden.
Visi dan tujuan pendidikan Indonesia, bisa dilihat di pembukaan
UUD NRI tahun 1945 alinea ke-4 dan UU Sisdiknas pasal 3. Fungsinya adalah
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.
Profil Pelajar Pancasila bertujuan mendukung Visi dan Misi
Presiden untuk mewujudkan Indonesia Maju yang berdaulat, mandiri, dan
berkepribadian. Perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang
hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan
nilai-nilai Pancasila.
Penamaan Profil Pelajar Pancasila bertujuan untuk
menguatkan nilai-nilai luhur Pancasila dalam diri setiap individu pelajar.
Pancasila adalah satu kata yang paling sesuai untuk merangkum seluruh
karakter dan kompetensi yang diharapkan untuk dimiliki setiap pelajar
Indonesia.
Dimensi-Dimensi Profil Pelajar Pancasila
Profil Pelajar Pancasila dirumuskan sebagai:
“Pelajar Indonesia merupakan pelajar sepanjang hayat yang
memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai nilai-nilai Pancasila.”
Pernyataan ini memuat tiga kata kunci: pelajar sepanjang
hayat, kompetensi global, dan pengamalan nilai-nilai Pancasila.
Dengan mengacu kepada hal tersebut, maka disusunlah
dimensi-dimensi profil pelajar Pancasila, yaitu:
- Beriman,
Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Berakhlak Mulia.
- Berkebhinekaan
Global
- Mandiri
- Bergotong
Royong
- Bernalar
Kritis
- Kreatif
1. Beriman dan Bertakwa Kepada Tuhan YME
Untuk menumbuhkan Profil Pelajar Pancasila; Beriman dan Bertakwa
Kepada Tuhan YME dimulai dari pemberian arahan, pemahaman serta pembiasaan
siswa baik di rumah, sekolah atau lingkungan masyarakat. Beberapa hal yang bisa
diterapkan di sekolah dalam kegiatan belajar mengajar dari pemberian materi
agama, melatih keikhlasan dengan membantu orang lain, menggalang donasi setiap
hari Jumat, hingga membiasakan diri untuk berperilaku 5S (Senyum, Salam, Sapa,
Sopan dan Santun) di lingkungan sekolah.
Beberapa kebiasaan kecil ini diharapkan dapat menumbuhkan
perilaku baik pada diri siswa serta kebiasaan menghormati orang lain.
2. Berkebhinekaan Global
Melalui profil/karakteristik kebhinekaan tunggal, diharapkan
siswa dapat menjaga budaya luhur, lokalitas dan identitas serta berpikiran
terbuka ketika berinteraksi dengan budaya lain. Artinya, siswa bisa
mempertahankan budayanya sendiri tanpa harus menolak atau tidak menghargai
budaya lain.
Dalam hal ini, upaya menumbuhkan profil Pancasila bisa dilakukan
melalui pembelajaran antropologi atau kegiatan yang mengenalkan budaya asli,
seperti ekstrakurikuler tarian daerah. Dengan begitu, diharapkan siswa dapat
menyadari bahwa setiap daerah mempunyai budayanya sendiri dan mereka tidak
kaget ketika harus berhadapan dengan budaya lain di lingkungan berbeda.
3. Gotong Royong
Gotong royong merupakan karakteristik atau budaya Indonesia yang
harus dipertahankan. Gotong-royong sangatlah penting untuk mencapai tujuan
bersama dari kerjasama yang baik. Jangan sampai perilaku gotong royong hilang
dalam era kompetitif seperti saat ini.
Untuk menumbuhkan gotong-royong dan rasa saling menghormati pada
siswa, guru bisa menerapkannya dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari,
misalnya melalui metode belajar diskusi.
Sekolah juga bisa mengadakan kegiatan bersih-bersih atau
kompetisi kelas terbersih untuk membuat siswa dalam satu kelas bekerja sama
membersihkan kelas mereka masing-masing, demi mencapai tujuan bersama, yaitu
memenangkan kompetisi. Guru berperan aktif dalam memotivasi siswa agar dapat
bekerjasama yang baik.
4. Mandiri
Untuk melatih kemandirian siswa di sekolah, dibentuklah kegiatan
ekstrakurikuler yang memang ekspert melatih kemandirian siswa, seperti ekstrakurikuler Pramuka,
Paskibra dan lainnya. Sekolah dapat mewajibkan siswa untuk mengikuti salah satu
kegiatan ekstrakurikuler tersebut.
Dalam kegiatan pembelajaran di kelas pun, guru dapat melatih
kemandirian siswa misalnya dengan mengumpulkan tugas tepat waktu, memulai
kegiatan belajar mengajar tepat waktu, serta memberi punishment atau hukuman bagi
siswa yang tidak disiplin.
5. Kreatif
Kreativitas dalam diri seseorang membuat kehidupan lebih baik
dan cenderung menghasilkan sesuatu yang unik serta mengubah perspektif banyak
orang. Kreativitas juga membuat seseorang melihat kehidupan dalam sudut pandang
yang berbeda dan membantu memecahkan masalah dengan cara kreatif.
Guru berperan penting untuk menumbuhkan kreativitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran di sekolah. Salah satu upaya yang bisa dilakukan yaitu
dengan cara memberi kebebasan penugasan pada siswa untuk mengasah kreativitas
mereka. Artinya, siswa dapat menentukan pembelajaran sesuai dengan minatnya
masing-masing, dan guru dapat memberikan dasar serta konsep materi dalam
kurikulum
Selain itu, siswa juga bisa diberi pemahaman pelajaran seni
budaya dan melakukan praktik yang menumbuhkan kreativitas, misalnya praktik
melukis, membuat batik dan pembuatan karya lainnya.
6. Bernalar Kritis
Di era globalisasi yang penuh dengan kompetisi yang ketat ini,
pendidikan harus diarahkan ke peningkatan daya saing agar bangsa Indonesia
dapat berkompetisi secara global. Pendidikan di sekolah bukan hanya pemberian
pemahaman konsep ilmiah saja, tetapi yang dapat meningkatkan kemampuan berpikir
tingkat tinggi atau bernalar kritis siswa.
Bernalar kritis artinya proses berpikir untuk mendapatkan dan
mengubah informasi menjadi keputusan atau kesimpulan yang tepat, dan membantu
siswa memecahkan masalah dengan baik. Hal ini tidak bisa diajarkan sekali,
tetapi membutuhkan waktu lebih lama. Oleh sebab itu, siswa perlu dilatih dan
dibiasakan untuk berpikir kritis. Setiap pembelajaran di sekolah diharapkan
dapat meningkatkan kecakapan hidup dan meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa.
No comments:
Post a Comment