Think pair-share (TPS) pertama kali dikembangkan oleh Lyman pada tahun 1981. Resiko dalam pembelajaran TPS relatif rendah dan struktur pembelajaran kolaboratif pendek, sehingga sangat ideal bagi guru dan siswa yang baru belajar kolaboratif. TPS merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa. TPS menghendaki siswa bekerja saling membantu dalam kelompok kecil (2-6 anggota).
Abdul Majid (2013: 191) menjelaskan bahwa Think Pair Share merupakan pendekatan khusus yang dikembangkan oleh Frank Lyman di Universitas Maryland pada tahun 1985. Pendekatan ini merupakan cara yang efektif untuk mengubah pola diskursus di dalam kelas. Think Pair Share memiliki prosedur yang ditetapkan secara eksplisit untuk memberi waktu lebih banyak kepada siswa untuk berpikir, menjawab, dan saling membantu satu sama lain.
Menurut Miftahul Huda (2014: 132) Think Pair Share adalah metode yang sederhana. Pertama, siswa diminta untuk duduk berpasangan. Kemudian guru mengajukan satu pertanyaan atau masalah kepada mereka. Setiap siswa diminta untuk berpikir sendiri terlebih dahulu tentang jawaban atas pertanyaan itu, kemudian mendiskusikan hasil pemikirannya dengan pasangan di sebelahnya untuk memperoleh satu konsensus yang sekiranya dapat mewakili jawaban mereka berdua. Setelah itu guru meminta setiap pasangan untuk menshare, menjelaskan, atau menjabarkan hasil konsensus atau jawaban yang telah mereka sepakati pada siswa lain di ruang kelas.
Frank Lyman dan koleganya dalam Trianto (2010: 81) menyatakan bahwa teknik Think Pair Share merupakan suatu cara yang efektif untuk membuat variasi suasana pada diskusi kelas, dengan asumsi bahwa semua retitasi atau diskusi membutuhkan pengaturan untuk mengendalikan kelas secara keseluruhan, dan prosedur yang digunakan dalam Think-Pair-Share dapat memberi siswa lebih banyak waktu berpikir untuk merespon dan saling membantu.
Berdasarkan penjelasan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa Think Pair Share Think Pair Share adalah suatu metode bimbingan klasikal yang memberi peserta didik waktu untuk berfikir dan merespon, serta saling membantu satu sama lain untuk mengerjakan suatu tugas tertentu yang dibentuk secara berpasang-pasangan (2 orang).
a. Kelebihan dan Kekurangan Teknik Think Pair Share
a. Kelebihan
Miftahul Huda (2014: 136-137) menyebutkan beberapa kelebihan dalam penerapan Think Pair Share, diantaranya:
1. Memungkinkan peserta didik untuk bekerja sendiri dan bekerja sama dengan orang lain.
2. Mampu mengoptimalkan partisipasi peserta didik.
3. Mampu memberikan kesempatan delapan kali lebih banyak kepada setiap peserta didik untuk menunjukkan partisipasinya.
4. Bisa diterapkan untuk semua mata pelajaran dan tingkatan kelas.
b. Kekurangan
Kekurangan Think Pair Share menurut Anita Lie (2008: 46) antara lain:
1. Terdapat banyak kelompok berpasangan yang perlu dimonitor
2. Jika ada perselisihan anatara siswa, tidak ada siswa yang dapat menjadi penengah, karena kelompok berpasangan hanya terdiri atas dua orang.
3. Harus mengubah kebiasaan belajar siswa, karena sebelumnya siswa hanya sebatas mendengarkan ceramah dari guru namun dengan teknik Think Pair Share (TPS) siswa harus belajar berpikir memecahkan masalah secara individu dan kemudian secara kelompok.
b. Langkah-langkah Pelaksanaan Teknik Think Pair Share
Langkah-langkah pelaksanaan Teknik Think Pair Share yaitu :
1. Berpikir (Thinking)
Pembelajaran ini diawali dengan guru mengajukan pertanyaan yang dikaitkan dengan pelajaran untuk berpikir sendiri jawaban dari masalah tersebut. Dengan tahap ini, siswa akan berusaha menggali kemampuannya sendiri, dan guru memberikan kesempatan kepada mereka memikirkan jawabannya. Langkah-langkah yang dapat dilakukan guru BK pada tahap ini yaitu:
a. Guru BK memberikan pertanyaan kepada peserta didik mengenai materi yang sudah disampaikan oleh guru BK
b. Peserta didik menjawab pertanyaan dengan berpikir secara mandiri mengenai pertanyaan yang diajukan oleh guru BK
2. Berpasangan (Pairing)
Selanjutnya pada tahap ini guru meminta peserta didik berpasang-pasangan. Memberi kesempatan pada pasangan pasangan untuk berdiskusi. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui intersubjektif ( kepastian ilmiah tidaklah didasarkan intuisi serta pemahaman subjektif) dengan pasangannya. Adapun langkah yang dilakukan yaitu:
a. Guru Bk meminta peserta didik untuk membuat kelompok berpasangan (2 orang).
Gambar 1. Pembentukan kelompok berpasangan
a. Setelah terbentuk, masing-masing kelompok berdiskusi mengenai hasil pemikirannya. Diharapkan diskusi ini dapat memperdalam makna dari jawaban yang telah dipikirkan melalui intersubjektif ( kepastian ilmiah tidaklah didasarkan intuisi serta pemahaman subjektif) dengan pasangannya.
b. Guru BK memandu jalannya diskusi kelompok
1. Berbagi (Sharing)
Selanjutnya pada tahap ini hasil diskusi intersubjektif di tiap-tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan yang ada di seluruh kelas. Kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengontruksian pengetahuan secara intregratif/terpadu. Secara lebih rinci, langkah yang dapat dilakukan pada tahap ini yaitu:
a. Setelah proses diskusi berakhir (Pair), masing-masing kelompok mempresentasikan hasil diskusi kepada kelompok lain.
b. Kelompok lain menanggapi hasil presentasi, dengan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada membangun pengetahuan secara intregratif/terpadu.
c. Guru BK dan peserta didik mengambil kesimpulan bersama mengenai topik yang dibahas
No comments:
Post a Comment